Isnin, 27 Disember 2010

Wajib Menghormati Ulama

Segala puji bagi Alloh yang telah memilih para ulama dari sekian banyak hamba-Nya, memilih mereka dan menjadikannya sebagai pewaris para Nabi, memuliakan dan memuji mereka dalam kitab-Nya. Alloh Jalla wa ‘ala berfirman,
قُلْ هَلْ يَسْتَوِى ٱلَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لاَ يَعْلَمُونَ
“Katakanlah, apakah sama (antara) orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu?” [az-Zumar: 9]
Dia subhanahu juga berfirman,
إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَاء
“Sesungguhnya yang merasa takut terhadap Alloh di antara hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama.” [Fathir: 28]
Dan Dia Jalla wa ‘ala berfirman,
أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِى ٱلاْمْرِ مِنْكُمْ
“Taatlah kalian kepada Alloh, taatlah kalian kepada Rosul dan ulil Amri di antara kalian.” [an-Nisa: 59]
Dan ulil amri, sebagaimana dikatakan oleh para ulama, mereka adalah para ulama. Sebagian ahli tafsir berkata, ulil amri adalah umara (penguasa) dan ulama.
Dan Alloh jalla wa ‘ala berfirman,
يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءامَنُواْ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلْعِلْمَ دَرَجَـٰتٍ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Niscaya Alloh akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu dengan beberapa tingkatan. Dan Alloh Mahamengetahui terhadap apa yang kalian lakukan.” [al-Mujadilah: 11]
Al-Bukhori meriwayatkan dari Mu’awiyah bin Abi Sofyan rodhiyallohu ‘anhu bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من يرد الله به خيراً يفقه في الدين
“Barangsiapa yang Alloh kehendaki ada kebaikan padanya, niscaya Alloh akan pahamkan dia dalam masalah agama.”
Ibnul Munayyir berkata, “Barangsiapa yang tidak Alloh beri kepahaman dalam agama, berarti Dia tidak menghendaki ada kebaikan padanya.”
Abu Darda meriwayatkan dari Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
فضل العالم على العابد كفضل القمر على سائر الكواكب ليلة القدر، العلماء هم ورثة الأنبياء، إن الأنبياء لم يورثوا ديناراً ولا درهم، وإنما ورثوا العلم فمن أخذ به فقد أخذ بحظ وافر
“Keutamaan seorang ‘alim (ahli ilmu) atas seorang ‘abid (ahli ibadah) sebagaimana keutamaan bulan atas segenap bintang pada malam bulan purnama. Para ulama, mereka adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya para Nabi tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham, akan tetapi mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya, berarti dia telah mengambil bagian yang melimpah.” Dikeluarkan oleh Abu Daud, at-Tirmidzi dan ad-Darimi.
Dan merupakan akidah ahlissunnah wal Jama’ah, bahwa mereka beragama dan mendekatkan diri kepada Alloh jalla wa ‘ala dengan menghormati para ulama pemberi petunjuk.
Al-Hasan berkata, “Mereka sering berkata, kematian para ulama adalah musibah bagi Islam. Tidak ada yang bisa menutupnya selama siang berganti malam.”
Al-Imam al-Auza’i berkata, “Manusia (yang sesungguhnya) menurut kami adalah para ulama. Sedangkan selain mereka maka tidak ada apa-apanya.”
Dari nash-nash yang mulia ini, dan perkataan-perkataan yang terjaga ini, menjadi jelas bagi kita kedudukan yang agung dan derajat yang tinggi yang dimiliki ulama umat ini. Dan dari sinilah, seluruh manusia wajib memenuhi hak mereka, berupa pengagungan, penghormatan, pemuliaan dan penjagaan kehormatan.
Alloh berfirman,
ذٰلِكَ وَمَن يُعَظّمْ حُرُمَـٰتِ ٱللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ عِندَ رَبّهِ
“Demikianlah, dan barangsiapa mengagungkan perkara-perkara yang dihormati oleh Alloh, maka hal itu lebih baik baginya di sisi Alloh.” [al-Hajj: 30]
Dan Dia jalla wa ‘ala juga berfirman,
ذٰلِكَ وَمَن يُعَظّمْ شَعَـٰئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى ٱلْقُلُوبِ
“Demikianlah, dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Alloh, maka sesungguhnya hal itu termasuk ketakwaan hati.” [al-Hajj: 32]
Syiar-syiar ini, sebagaimana dikatakan oleh para ulama adalah segala yang Alloh nyatakan dan isyaratkan dengan keutamaanya dan pengagungannya. Jika demikian, maka tidak ragu lagi bahwa para ulama adalah yang pertama kali masuk dalam perkara yang Alloh nyatakan dan isyaratkan tentang keutamaan dan pengagungannya berdasarkan nash-nash mulia yang telah disebutkan sebelumnya.
Maka mencela dan mengganggu para ulama, digolongkan dalam sikap berpaling atau peremehan dalam mengagungkan salah satu syiar-syiar Alloh.
يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءامَنُواْ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلْعِلْمَ دَرَجَـٰتٍ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Niscaya Alloh akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu dengan beberapa tingkatan. Dan Alloh Mahamengetahui terhadap apa yang kalian lakukan.” [al-Mujadilah: 11]
Alangkah mengenanya perkataan sebagian ulama, “Kehormatan para ulama berada di atas jurang di antara jurang-jurang jahannam.”
Dan di antara yang menunjukkan bahayanya mengganggu lentera-lentera umat ini, yaitu para ulama, adalah hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhori dalam shohihnya dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu, dia berkata, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قال الله عز وجل: من عادى لي ولياً فقد آذنته بالحرب
“Alloh ‘azza wa jalla berfirman, barangsiapa memusuhi seorang waliku, maka Aku umumkan peperangan kepadanya.”
Dan setiap kita mengetahui bahwa orang yang memakan riba, Alloh telah mengumumkan peperangan kepadanya.
فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِ
“Maka jika kalian tidak melakukannya (meninggalkan harta riba) maka ketahuilah, bahwa Alloh dan Rosul-Nya akan memerangimu.” [al-Baqoroh: 279]
Wahai hamba-hamba Alloh, setiap kita mengetahui bahwa pemakan riba, jika dia tidak berhenti dan bertaubat dari memakan riba, maka Alloh telah mengumumkan peperangan kepadanya. Setiap kita mengetahui hal ini. Akan tetapi, apakah kita juga mengetahui bahwa orang yang memusuhi wali-wali Alloh berarti dia telah memerangi Alloh jalla wa ‘ala sebagaimana yang diterangkan dalam hadits di atas? Dan apakah kita mengingat ancaman yang pedih ini?
Al-Khothib al-Baghdadi meriwayatkan dari Abu Hanifah dan asy-Syafi’i – semoga Alloh merohmati mereka semua – bahwa keduanya berkata, “Jika para fuqoha (ulama, ahli fikih) bukan wali-wali Alloh, maka Alloh tidaklah memiliki wali.”
Asy-Syafi’i berkata, “Para fuqoha yang beramal.”
Ibnu ‘Abbas rodhiyallohu ‘anhuma berkata, “Barangsiapa mengganggu seorang fakih, berarti dia telah mengganggu Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam. Dan barangsiapa mengganggu Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam berarti dia telah mengganggu Alloh ‘azz wa jalla.”
Mudah-mudahan dari nash-nash yang telah aku sebutkan dan kita bicarakan tentangnya, menjadi jelas bagi kita sebagian hal yang wajib kita tunaikan berkaitan dengan hak para ulama.
Ibnu ‘Asakir rohimahulloh berkata, “Sesungguhnya daging para ulama beracun. Dan sunnah (kebiasaan, ketentuan) Alloh terhadap orang yang merendahkan mereka adalah sesuatu yang telah diketahui.”
Sebagian ulama berkata, “Orang yang melecehkan para ulama, dikhawatirkan mendapatkan su’ul khotimah (kematian yang buruk).”
Dan apa yang didapati pada sebagian manusia, pada sebagian majelis-majelis, atau melalui media informasi yang ada, berupa perendahan terhadap para ulama dengan sebab perbedaan mereka atau karena mereka mengatakan kebenaran secara terang-terangan, wajib diingkari, dibantah dan dinasihati orang (yang merendahkan ulama) tersebut. Karena mencela para ulama berarti menjatuhkan mereka dan menghalangi manusia dari mengambil faidah dari ilmu mereka. Dan ketika itu, manusia akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh, sehingga mereka berfatwa tanpa ilmu, akhirnya mereka pun menjadi sesat.
Dan sesungguhnya aku memberi nasihat kepada umumnya manusia, secara khusus kepada para pemuda, agar mereka menghormati dan membela para ulama mereka.
Wahai Alloh, ajarkan kami ilmu yang bermanfaat kepada kami, Wahai Alloh, sungguh kami memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, amal yang sholih, rizki yang halal lagi baik dan lisan yang senantiasa berdzikir.

Kholid bin Ali al-Musyaiqih hafizhohulloh
22 Syawwal 1429 H
Diterjemahkan dari: http://www.almoshaiqeh.com/index.php?option=content&task=view&id=11409&Itemid=7

Tiada ulasan:

Catat Ulasan